7 Legenda Sepak Bola yang Gagal Menjadi Pelatih: Bukan Sekadar Takdir

7 Legenda Sepak Bola yang Gagal Menjadi Pelatih: Bukan Sekadar Takdir

Segelintir mantan pesepakbola yang berhasil mencatatkan prestasi gemilang MPOID sebagai pelatih, seperti Carlo Ancelotti, Pep Guardiola, dan Johan Cruyff. Ketiga nama ini, bisa dibilang, merupakan “seniman” di lapangan hijau yang kemudian sukses besar di bangku cadangan.

Pep Guardiola, misalnya, tidak hanya sukses saat melatih Manchester City, tetapi juga mencatat prestasi yang mengesankan saat menukangi Barcelona dan Bayern Munich. Begitu pula Carlo Ancelotti, yang saat ini memimpin Real Madrid setelah sebelumnya meraih kesuksesan di AC Milan. Johan Cruyff juga dikenang sebagai salah satu pelatih terhebat sepanjang masa di Ajax dan Barcelona.

Namun, tidak semua mantan bintang memiliki nasib baik di dunia kepelatihan. Berikut adalah tujuh legenda yang kurang berhasil dalam karir manajerial mereka:

  1. Wayne Rooney

Wayne Rooney mengambil alih Plymouth Argyle pada Desember 2024, namun sayangnya, penampilannya kurang memuaskan. Setelah mengawali musim yang buruk, tim tersebut terperosok di dasar klasemen Championship. Akibat pengalaman kurang memuaskan di Birmingham City, Derby County, dan D. C. United, karir manajerial Rooney tampak menemui titik terendah.

  1. Steven Gerrard

Dikenal sebagai calon pengganti Jurgen Klopp di Liverpool, Gerrard mengalami kemunduran saat melatih Aston Villa. Ia dipecat setelah timnya kalah telak dari Unai Emery, yang kemudian sukses meningkatkan performa skuad yang berjuang untuk keluar dari zona degradasi. Kini, Gerrard berada di Al-Ettifaq, Arab Saudi, dengan sejumlah pemain bintang, namun masih kesulitan merangkai kemenangan. 7 Legenda Sepak Bola

  1. Diego Maradona

Maradona, yang dianggap salah satu pemain terhebat sepanjang masa, tak mampu mencetak kesuksesan serupa sebagai pelatih tim nasional Argentina. Di bawah kepemimpinannya, Argentina mencapai Piala Dunia FIFA 2010, namun tersingkir di perempat final setelah kalah 4-0 dari Jerman. Keputusan kontroversialnya untuk tidak memasukkan Esteban Cambiasso dan Javier Zanetti ke dalam skuad menuai kritik. Setelah tidak diperpanjang kontraknya, ia sempat melatih Al Wasl di Uni Emirat Arab, tetapi hanya mampu membawa tim tersebut finis di posisi kedelapan.

  1. Hristo Stoichkov

Pemenang Ballon d’Or 1994 ini pernah berambisi untuk mengulangi kesuksesan saat bermain, tetapi kegagalan mengantarkan Bulgaria ke Piala Dunia 2006 dan UEFA Euro 2008 dianggap sebagai kemunduran besar. Stoichkov juga mengalami masa sulit saat melatih Celta Vigo, yang berujung pada degradasi klub dari La Liga pada 2007. Sejumlah pengalaman pelatihannya di Mamelodi Sundowns, Litex Lovech, dan CSKA Sofia pun tidak membawa hasil yang lebih baik.

Meskipun dianggap syarat pengalaman dan kemampuan di lapangan, nyata bahwa kepemimpinan dan strategi yang sukses sebagai pemain tidak selalu berujung sama saat mengelola tim.

Gary Neville, salah satu ahli sepak bola terkemuka di Inggris, mengalami perjalanan manajerial yang menjadi studi kasus tentang kehinaan. Mantan bek Manchester United dan timnas Inggris ini ditunjuk sebagai pelatih Valencia pada Desember 2015, meskipun ia tidak bisa berbahasa Spanyol dan tidak memiliki pengalaman sebagai manajer.

Polit menambahkan bahwa pandangan ini mencerminkan anggapan bahwa Gary terlalu baik untuk menjadi pelatih di Valencia. Ia terlihat terlalu dekat dengan para pemain, dan mungkin dalam hatinya, ia masih merasa seperti salah satu dari mereka.

Serangkaian lima kekalahan berturut-turut di La Liga akhirnya menentukan nasib Neville. Sejak saat itu, ia enggan kembali ke ruang ganti dan memilih untuk tetap fokus pada karirnya sebagai analis di Sky Sports.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *